Rasanya
tak ada di dunia ini orang yang tidak senang dipuji, baik secara
langsung maupun tidak. Yang berbeda mungkin hanya tanggapannya, ada yang
bersyukur, ada yang biasa-biasa saja, ada yang senang, ada yang bangga
dan ada pula overacting. Meski pujian tidak jarang hanya basa-basi,
bahkan bisa jadi dengan maksud tertentu. Yang terakhir ini mungkin
ditujukan bagi orang yang memang gila hormat dan pujian.
Pujian adalah cerminan dari perhatian
yang diberikan kepada seseorang, bisa karena prestasi, bisa juga karena
kelebihan yang dimiliki orang yang bersangkutan. Kelebihan tersebut bisa
berupa kesuksesan, kepintaran, kesholehan, kekayaan, kecantikan/
ketampanan, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, penghargaan diberikan
sebagai ungkapan rasa senang dan bangga atas perbuatan baik dan prestasi
anak. Sedang hukuman diberikan dengan tujuan untuk menuntun dan
memperbaiki kesalahan, bukan untuk menjatuhkan apalagi tujuan balas
dendam. Jadi reward and punishment adalah alat untuk mendidik agar anak didik mau berusaha memperbaiki kelakuan, sikap dan prestasinya.
Secara umum, Allah swt mencontohkan hal ini dengan adanya pahala dan dosa.
“ … …, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. … ” , (QS Al-Maidah (5):48).
Ini untuk memotivasi manusia agar mau
berbuat baik. Karena pada dasarnya manusia itu senang berlomba. Meski
sayangnya, tidak jarang manusia itu senang berlomba dalam segala hal,
baik dalam hal kebaikan maupun hal keburukan.
Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau
menceritakan bahwa ada orang yang memuji temannya yang ada disamping
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Celakalah engkau, kau telah menggorok leher saudaramu. Kau telah meggorok leher saudaramu!”.
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau
menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada
orang yang memuji saudaranya dengan sangat berlebihan. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kalian telah mematahkan punggung saudara kalian (kalian telah membinasakannya).” [HR. Bukhari Muslim ).
Ya pujian adalah ibarat pedang bermata
dua, yang dapat menjadi sarana ketakwaan kepada Allah di satu sisi, dan
dapat menjadi alat masuknya bisikan syaithan, di sisi sebaliknya. Oleh
karenanya Islam mengatur adab dam tata cara memuji ini, bagaimana agar
pujian tidak menjadi bumerang , agar pujian tidak menyebabkan seseorang
menjadi besar kepala dan lalai.
Pujian terbagi menjadi 2, yaitu pujian
yang tercela dan pujian yang diperbolehkan. Pujian yang tercela, adalah
pujian yang berlebihan dan pujian yang dapat menyebabkan orang yang
dipuji merasa bangga diri (‘ujub). Sedangkan pujian yang dibolehkan
adalah yang hanya sekedarnya, tulus dan membuat yang dipuji bertambah
dekat kepada Sang Khalik.
Harus kita ingat bahwa pujian hanyalah
milik Allah Azza wa Jalla. Kebaikan dan kelebihan seorang hamba tidak
ada apa-apanya dibanding dengan-Nya. Dan lagi kelebihan seorang hamba
sejatinya adalah pemberian dan berkat izin-Nya. Apalagi bila kelebihan
tersebut adalah kelebihan yang sifatnyas fisik, kecantikan misalnya.
Ironisnya, kelebihan semacam ini makin
hari makin sirna, ditelan umur dan waktu. Kecantikan dan ketampanan
seseorang jelas tidak abadi. Cobalah bayangkan seorang perempuan yang
diwaktu mudanya cantik rupawan. Bandingkan dengan ketika ia berusia 70
tahunan, ketika giginya sudah mulai tanggal alias ompong. Atau lelaki
yang ketika muda tampan dan gagah, bandingkan setelah ia berusia lanjut,
giginya ompong, perutnya buncit dan kepalanyapun botak.
“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang » (QS. Al-Fatihah(1) : 2-3).
“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ».(QS.At-Tiin(95):4).
Imam Al Ghazali berkata: “Apabila kalian
membenci atas dirimu hendaklah kalian alihkan untuk memuji kepada Allah
swt. Karena orang yang memuji Allah itu adalah orang yang dekat dengan
Allah. Orang yang berlebihan memuji manusia adalah yang lupa bahwa Allah
bersifat Maha Tinggi lagi terpuji.”
Lagi pula, dibalik kelebihan dan
kesholehan seorang hamba, pasti ada kejelekan dan kekurangannya, meski
mungkin hanya dirinya yang mengetahui hal tersebut. Oleh karenanya,
ketika kita sedang dipuji, dianjurkan agar segera istighfar, meyakini
bahwa Allah swt sedang menutupi kejelekan dan kekurangannya tersebut.
Dan membaca doa yang artinya adalah sebagai berikut :
“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui
keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan
diriku sendiri daripada mereka yang memujiku”.
“Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik
dari yang mereka duga, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak
ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan sebab perkataan mereka”
(HR. Al-Baihaqi).
Sebaliknya bagi yang suka memuji, bila ia
benar-benar mencintai saudaranya, tahanlah pujian tersebut, karena pada
umumnya manusia itu memiliki sifat-sifat lemah, seperti munafik, ujub,
lupa diri, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Disamping itu bila memang kita ingin
memujinya, lakukan itu dengan ikhlas, dengan tujuan untuk memotivasi,
dan agar ia mensyukuri kelebihan tersebut. Yang dengan demikian dapat
lebih mendekatkan diri pada-Nya.
“ … … Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. … … “. (QS. Al Maidah(5): 2).
“ Cintailah orang yang kamu cintai
sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang
engkau benci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi
pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR.
Muslim).
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang
berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim).
“ pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS.An-Nuur(24) :24).
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk fisik kalian dan harta kalian. Melainkan Dia melihat kepada hati kalian”. (HR. Muslim).
Wallahu’alam bish shawwab.
No comments:
Post a Comment